Sebagai wanita yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, Frida Susanti, merasa berkewajiban untuk memperhatikan kesehatan anggota keluarganya. Tinggal di pinggir Kota Surabaya, tepatnya di Wonokusumo, Jawa Timur, rumahnya beranggotakan tiga orang. Suaminya mengalami kegemukan dan menderita diabetes. Sementara putri sulungnya yang baru saja lulus kuliah nampak kecanduan gula dan juga mengalami obesitas. Untungnya wanita berusia 50 tahun ini masih sehat-sehat saja, hanya terkadang kolesterolnya kerap naik saat makan menjadi tidak terkendali.
Sejak suaminya, Setyo Yusdiyanto, diketahui menderita diabetes tipe 2, Frida menjadi lebih menyadari pentingnya kesehatan dalam kehidupan keluarganya. Di rumah Frida berperan penting mengatur menu sehari-hari, terutama dalam hal menjaga makanan agar gula darah suaminya terjaga dan kolestrol Fridak tidak mengalami lonjakan tinggi. Ia juga mulai mengurangi konsumsi makanan mengandung gula untuk anaknya. “Makanan harus dijaga dan olahraga penting juga. Sudah kami biasain buat jalan pagi rutin setiap Minggu di sekitar komplek rumah,” ungkap Frida.
Pemeriksaan kesehatan fisik secara berkala juga tidak kalah penting dengan pola hidup sehat. Frida menyadari pemeriksaan kesehatan ini sangat penting untuk mengetahui gangguan kesehatan sejak dini sehingga penyakit atau komplikasi dapat dikendalikan. Ketika tanda-tanda awal penyakit diabetes muncul, suaminya tidak langsung memeriksakan diri ke dokter. Setyo tenang karena merasa hanya sakit biasa yang bisa sembuh dengan obat eceran di apotik. Di saat gejala yang muncul semakin parah, kaki selalu gatal dan berkali-kali buang air kecil saat malam hari, barulah ia berobat ke klinik di kantornya dan pulang dengan status penyandang diabetes melitus. “Banyak penyesalan muncul di kepala saya sebagai istri, coba waktu itu saya suruh dia rutin cek darah, makannya dijaga, mungkin nggak akan jadi kayak gini,” sesalnya.
Ilustrasi pengecekan kadar gula darah
Foto: Getty Images/hxyume
Pola hidup tidak sehat membuat penyakit tidak menular seperti Jantung, Kanker, Diabetes, Hipertensi dan masih banyak lagi menghantui banyak orang. Pemeriksaan kesehatan fisik secara berkala akan jauh lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk berobat saat penyakit diketahui sudah parah. Namun karena penghasilan keluarganya tidaklah besar, Frida belum bisa melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh secara rutin seperti MCU alias medical check up di rumah sakit. Untuk meminimalisir resiko terkena penyakit tidak menular, ia pun berinisiatif melakukan pemeriksaan kesehatan mandiri dengan memiliki perlengkapan medis sederhana di rumah.
“Sejak suami saya sakit, saya siapin alat cek gula darah belinya di online. Saya juga ada beli tensimeter sama timbangan digital. Sekali beli bisa dipakai untuk jangka waktu lama. Alatnya yang paling mahal kalau nggak salah Rp 500 ribu. Alatnya udah dari satu tahun lalu rutin kita pakai,” katanya. Tidak ketinggalan alat Oximeter yang ia beli pada masa pandemi Covid-19 lalu. Sejak memiliki alat-alat itu, Frida rutin memeriksa tekanan darahnya dan sang suami yang masih rutin mengkonsumsi obat penurun kadar gula. “Terutama buat suami, saya selalu ingetin supaya hasil pemeriksaan gula darahnya dicatat terus supaya bisa dikontrol terus.”
Pemeriksaan fisik menyeluruh tampaknya masih belum menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia. Sebagian orang menghindari pemeriksaan kesehatan rutin karena merasa sehat atau takut ketahuan sakit. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 menunjukkan, hanya 3 dari 10 orang penderita penyakit tidak menular yang terdeteksi dan sisanya tidak terdeteksi atau tidak mengetahui bahwa dirinya sakit. Penyakit kronis sering kali tidak menunjukkan gejala pada stadium awal dan baru terasa saat sudah terjadi komplikasi. Sekitar 70 persen penderita kanker baru terdeteksi pada stadium lanjut. Padahal upaya deteksi dini melalui pemeriksaan kesehatan secara berkala sedikit banyak dapat mencegah keparahan penyakit tersebut.
Sepanjang tahun 2018 hingga 2020, pemeriksaan kadar kolesterol, diabetes dan defesiensi vitamin D menjadi jenis pemeriksaan terfavorit yang dilakukan masyarakat Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar 2018 mengungkapkan, 35 persen penduduk Indonesia memiliki kadar kolesterol jahat (LDL) lebih tinggi dari batas normal. Kondisi ini juga diperburuk dengan prevalensi kolesterol baik (HDL) yang rendah menurut BMC Public Health 2019. Gaya hidup tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan instan dan berminyak, merokok, serta kurangnya aktivitas fisik menjadi kontribusi utama penyebab tingginya angka lemak jahat di dalam tubuh.
Gedung Kemenkes
Untuk mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya pengecekan kesehatan, Kementerian Kesehatan RI meluncurkan program skrining kesehatan gratis bagi mereka yang tengah berulang tahun. Program ini mulai berlaku di tahun 2025 mendatang. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan pihak Kemenkes saat ini sedang menyiapkan mekanisme program skrining gratis tersebut. Program pemerintahan Prabowo ini menggunakan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) sebesar Rp 3,2 triliun.
“Nanti ada pola-polanya tuh, ada yang buat anak, ada yang untuk remaja, mana untuk dewasa, orang tua, sehingga skrining ini dapat mencegah penyakit yang ditangani lebih lanjut,” ucapnya.
Ia mengatakan pemeriksaan kesehatan ini bisa diselenggarakan di puskesmas atau posyandu. Untuk pemeriksaan kesehatan tertentu bisa dilakukan di rumah sakit. Berbeda dengan skrining BPJS, pemeriksaan dalam program ini lebih spesifik dan disesuaikan dengan keburuhan medis masing-masing individu. Hadiah skrining kesehatan gratis ini bisa didapatkan dengan mendatangi puskesmas atau posyandu terdekat dengan membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu identitas anak.
“Program pemeriksaan kesehatan gratis mencakup 14 penyakit dan dibagi menjadi beberapa kelompok, mulai dari balita hingga lansia,” demikian tertulis dalam unggahan akun Instagram Partai Gerakan Indonesia Raya @gerindra yang diunggah pada Kamis (2/1/2024).