Blok G Pasar Tanah Abang awalnya dibangun sebagai bagian dari program penataan pedagang di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun kini, kian sepi bahkan terlihat kosong.
Jakarta – Blok G Pasar Tanah Abang awalnya dibangun sebagai bagian dari program penataan pedagang di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Relokasi yang dilakukan di Blok G pada saat itu, diarahkan untuk menyediakan tempat berdagang yang lebih tertib, terkontrol, dan memiliki fasilitas yang dianggap lebih layak.
Pada masa awal operasional, aktivitas perdagangan di dalam gedung Blok G Pasar Tanah Abang masih berjalan normal. Para pedagang membuka kios dengan penerangan dan fasilitas yang seluruhnya masih berfungsi dengan baik, serta arus pengunjung yang masih ramai dari area masuk hingga ke bagian dalam lorong pasar.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas perdagangan di Blok G menunjukkan penurunan yang sangat signifikan. Tepatnya mulai 2019 dan semakin sepi saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020.
Suasana yang sebelumnya dipenuhi dengan pengunjung, perlahan mulai berkurang, hingga kini banyak sekali kios yang memilih untuk tutup. Lorong-lorong dalam gedung yang dulu dipadati penjual dan pembeli kini tampak sepi.
Di antara deretan kios yang tertutup, masih ada pedagang yang memilih bertahan dan tetap membuka usahanya, meski jumlah pengunjung dan transaksi jual beli yang terjadi sudah jauh lebih berbeda dibandingkan dengan masa awal relokasi.
J (45) dan H (50), dua orang pedagang lama di Blok G lantai satu, yang masih memilih untuk tetap membuka kiosnya meskipun aktivitas perdagangan di area tersebut telah jauh menurun.
Mereka menempati Blok G sudah sedari masa awal relokasi dan masih mengingat dengan baik bagaimana kondisi ketika gedung tersebut baru difungsikan. Saat itu, arus pembeli dinilai stabil dan omzet penjualan dianggap sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Waktu awal relokasi, omzet saya bisa sampai Rp 5 juta sehari,” ujar J, seraya mengingat masa-masa awal relokasi di Blok G tersebut kepada Liputan6.com, Senin (17/11/2025).
Namun seiring berjalannya waktu, jumlah pengunjung terus berkurang dan berdampak langsung pada pendapatan para pedagang.
“Sekarang nol, bahkan hampir tidak ada pemasukan,” katanya dengan nada yang terdengar putus asa.
Ketika Relokasi jadi Harapan Baru
:strip_icc()/kly-media-production/medias/4580940/original/007418300_1695114622-20230919-Pasar-Tanah-Abang-Sepi-Pengunjung-Angga-10.jpg)
Pada masa awalnya, Blok G berdiri sebagai ruang baru bagi para pedagang di Tanah Abang. Bagi mereka relokasi merupakan langkah yang berani untuk menghadirkan pasar yang lebih bersih, aman, rapi, dan profesional, tanpa harus mematikan identitas ekonomi rakyat kecil yang selama puluhan tahun hidup melalui perdagangan informal.
“Bagus waktu awal-awal. Ramai, banyak pembeli, omzetnya sangat lumayan. Saya sendiri ngalamin. Bisa lima juta sehari,” kata J, matanya menerawang, seolah sedang menggenggam kembali keramaian yang kini mustahil.
Lantai satu Blok G menjadi salah satu area yang dianggap strategis karena berada dekat dengan akses utama pengunjung. Saat masa awal operasional, sebagian besar kios masih aktif berjualan dan lorong-lorong pasar terlihat ramai.
Aktivitas transaksi tidak hanya berlangsung antara penjual dan pembeli, tetapi juga disertai interaksi sosial yang umum terjadi di lingkungan pasar, mulai dari percakapan mengenai harga hingga obrolan ringan seputar kehidupan sehari-hari.
Perubahan kondisi saat ini tidak terjadi dengan hanya satu malam, melainkan berlangsung secara bertahap. Seiring berjalannya waktu, aktivitas perdagangan terus berkurang hingga suasana sepi menjadi kondisi yang berlangsung secara berkelanjutan.
Hidup dalam Gelap, Dagang dalam Ketakutan
Seiring dengan menurunnya aktivitas perdagangan, kondisi fasilitas di gedung Blok G juga ikut terdampak. Beberapa titik penerangan tidak lagi berfungsi, sejumlah area bahkan kini terlihat gelap karena minimnya pencahayaan dan listrik.
Banyak kios di lantai dua dan tiga di gedung Blok G yang sudah tidak ditempati dan terbengkalai, bahkan akses untuk menuju ke lantai-lantai tersebut pun ditutup.
Sementara di lantai satu masih terdapat pedagang yang terus berjualan meski jumlah pengunjung yang semakin hari semakin sedikit. Penurunan aktivitas ini disebut telah mulai terlihat sebelum pandemi Covid-19 dan semakin terasa pada periode 2020 ketika pandemi berlangsung.
“Ini sebelum Covid-19 dan pas Covid-19 makin banyak berkurang orang. Karena udah nggak ada perhatian dan sebagainya susah jadinya,” ungkap H, seraya menundukkan kepalanya.
“Sekarang susah. Boro-boro dapat penghasilan. Bisa buka toko aja udah syukur,” sambung H.
Menurutnya, menghentikan aktivitas berdagang bukan pilihan mudah karena lokasi tersebut sudah menjadi tempat usaha sejak lama.
Situasi berjualan di gedung Blok G pun semakin menantang setelah terdapat informasi mengenai keamanan pasar. Kondisi lorong yang gelap, kios kosong, dan kabar mengenai keberadaan preman membuat sebagian calon pembeli yang ingin mengunjungi toko-toko di Blok G enggan masuk.
“Ya kan sekarang nih orang ke pasar, dilihatnya dia pasarnya yang nyaman ya, bersih, rapi, enak tuh orang mau berkunjung Ya, ditambah lagi dengan rame banyak pedagang, gitu kan Kalau blok ini udah seperti ini, orang gimana, udah terbengkalai, orang mau belanja tuh takut,” ungkap J.
Dengan kondisi tersebut, pedagang menilai bahwa tantangan terbesar saat ini bukan hanya persaingan harga, melainkan kemampuan bertahan di tengah kondisi pasar yang tidak lagi ramai seperti sebelumnya.
Janji yang Gantung, Warisan Tetap Dipertahankan
Selain kondisi fisik pasar, persoalan lain yang dikeluhkan pedagang berkaitan dengan beberapa janji terkait penataan dan rencana pembangunan di kawasan tersebut.
H mengaku pernah menerima informasi mengenai rencana penyediaan penampungan baru, termasuk imbauan untuk melakukan registrasi dan melunasi kewajiban administrasi, meski kondisi pasar sedang dalam penurunan.
“Tiga kali kami dijanjikan. Sampai minjem uang buat bayar kewajiban. Tapi hasilnya kosong. PHP semua,” keluh H dengan penuh tegas.
Alasan sebagian pedagang masih bertahan bukan semata karena pertimbangan ekonomi, melainkan terkait kepemilikan kios dan nilai historis dengan toko-toko warisan milik orang tua yang bagi mereka perlu dipertahankan.
“Kalau mau pindah ke yang lebih bagus ya ada, cuman kita mempertahankan hak juga di sini. Ini kan ada warisan dari orang tua namanya, ada nama keluarga. Orang dagang di sini juga pada punya surat semua. Jelas, kami pertahankan,” tegas H.
Harapan Perbaikan dan Perhatian dari Pemerintah
Pedagang menilai bahwa perhatian langsung dari pihak terkait menjadi langkah yang mereka harapkan. Bagi mereka, kunjungan dan tinjauan langsung dapat memberikan gambaran nyata dan akurat mengenai kondisi dan situasi pasar.
“Kami cuma minta mereka tinjau dulu, lihat gimana kenyataannya di sini,” kata J penuh harap.
Pedagang merasa bahwa keterlibatan dan perhatian dari pihak pemerintah menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan kelanjutan pemanfaatan Blok G sebagai pusat perdagangan.
Menurut pengakuan H (50), bangunan tersebut masih menjadi bagian dari aset negara yang seharusnya dapat dipertahankan dan dioptimalkan. Harapannya pemerintah kembali meninjau kondisi pasar dan mempertimbanhkan langkah revitalisasi agar aktivitas perdagangan dapat berjalan kembali seperti pada awal relokasi.
“Mungkin kalau diperhatiin lagi, bisa lagi rame. Seperti jamannya Pak Jokowi. Harapannya gitu aja,” ujar H dengan penuh harap.


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5415484/original/037502000_1763373343-Tanah_Abang_Sepi.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5415491/original/095038900_1763373360-Pasar_Tanah_Abang_Sepi.jpg)