Jakarta – Dalam 10 tahun terakhir, pemerintah menggencarkan berbagai langkah untuk menjaga Indonesia dari penyelundupan narkoba, baik dengan upaya pencegahan maupun penindakan. Hal ini dilakukan demi mencegah kejahatan narkoba yang berdampak negatif bagi human security, serta mengancam rusaknya aset terpenting bangsa yaitu sumber daya manusia (SDM).
Salah satu cara yang dilakukan ialah kolaborasi antarinstansi pemerintah, aparat penegak hukum (APH), dan masyarakat demi membangun jaringan antipenyelundupan narkoba ke Indonesia.
Hasilnya, pengawasan terhadap peredaran gelap narkoba dari luar wilayah Indonesia yang dilakukan secara sinergi oleh kementerian/lembaga dan APH berhasil mengungkap 7.013 kasus dalam 10 tahun terakhir dengan 43.053,41 kilogram barang bukti.
Dalam 10 tahun terakhir, tren pemasukan narkoba ke wilayah Indonesia secara ilegal paling banyak dilakukan melalui perlintasan udara. Adapun frekuensi pengungkapannya sejumlah 3.367 kasus dengan jumlah barang bukti sebanyak 6.870,59 kg.
Sementara itu, jumlah pengungkapan dengan jumlah barang bukti terbanyak yaitu melalui perlintasan laut dengan frekuensi pengungkapan sejumlah 803 kasus dengan jumlah barang bukti sebanyak 22,510,64 kg.
Pemerintah juga gencar melakukan pengawasan terhadap penyelundupan narkoba selama 10 tahun terakhir. Upaya ini diketahui mampu menyelamatkan sekitar 111,63 juta jiwa masyarakat Indonesia dari ancaman penyalahgunaan narkoba.
Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat terus diharapkan demi mewujudkan Indonesia bebas dari narkoba. Apalagi, peredaran narkoba sangat merugikan bangsa dan negara.
“Kejahatan narkoba berpotensi menjadi proxy war dalam melemahkan negara melalui pelemahan sumber daya manusianya. Selain itu, perdagangan gelap dan penyalahgunaan narkoba merupakan underground economy yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara terkait pembiayaan akibat terganggunya sektor sosial, ekonomi, ketertiban, dan keamanan,” tulis Bea Cukai dalam keterangan resminya, Jumat (4/10/2024).
Langkah Pemerintah Lawan Penyelundupan Narkoba di Dalam Negeri
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkoba (UU Narkoba) untuk mengatur izin khusus dan surat persetujuan impor ekspor, peredaran, serta upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap Narkoba dan Prekursor Narkoba (P4GN). Badan Narkoba Nasional (BNN) pun dibentuk untuk melaksanakan P4GN.
Demi meningkatkan kualitas pengawasan terhadap kejahatan narkoba, pemerintah juga membuat Rencana Aksi Nasional (RAN) P4GN yang melibatkan seluruh kementerian/lembaga, termasuk pemerintah daerah. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam RAN P4GN memiliki tugasnya masing-masing.
– Pertama, Bidang Pencegahan meningkatkan kampanye publik tentang bahaya penyalahgunaan narkoba, mendeteksi penyalahgunaan narkoba secara dini, mengembangkan pendidikan antinarkoba, serta mengelola kawasan rawan dan rentan narkoba.
– Kedua, Bidang Pemberantasan membersihkan tempat dan kawasan rawan peredaran narkoba, memperkuat pengawasan pintu masuk negara Republik Indonesia, mengembangkan sistem interdiksi terpadu, serta memperketat sistem pengawasan prekursor.
– Ketiga, Bidang Rehabilitasi meningkatkan kapasitas dan aksesibilitas layanan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba serta meningkatkan SDM dalam layanan rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba.
– Keempat, Bidang Penelitian, Pengembangan, Data, dan Informasi meneliti serta menyajikan data dan informasi P4GN.
Terbaru, rencana aksi tersebut disampaikan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2020. Kebijakan ini mengatur pelaksanaan tugas di bidang pemberantasan bagian pembersihan tempat dan kawasan rawan peredaran gelap narkoba dan prekursor narkoba.
“Aturan tersebut mengamanatkan pengefektifan tim khusus terpadu intelijen narkoba dalam pengungkapan daftar pencarian orang, penyelidikan terhadap tindak pidana narkoba dan prekursor narkoba, dan peningkatan pengawasan lalu lintas orang dan barang ke dan dari Indonesia,” ujarnya.
Bea Cukai mengungkapkan implementasi Inpres ini dilakukan dengan pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba, peningkatan kerja sama nasional dan internasional dalam pencegahan, dan penanganan kejahatan transnasional. Selain itu, dilakukan juga peningkatan kapasitas pengawasan dan efektivitas penegakan hukum berbasis lima pilar, yaitu follow the goods, follow the money, follow the transporter, follow the documents, dan follow the people.
Lebih lanjut, pengawasan penyelundupan narkoba ini dilakukan untuk menangkal pemasukan ilegal narkoba dari luar wilayah Indonesia. Diketahui ada beberapa faktor utama yang memengaruhi maraknya peredaran narkoba di Tanah Air, antara lain masih tingginya angka pengguna (demand), adanya disparitas harga antara negara produsen dengan Indonesia, dan semakin beragamnya jenis narkoba serta berkembangnya modus operandi penyelundupan narkoba dari waktu ke waktu.
Dalam 10 tahun terakhir, Bea Cukai mencatat modus penyelundupan yang kerap ditemui ialah narkotika dibawa langsung melalui perbatasan darat, laut, dan bandara (hand carry). Modus ini biasanya melibatkan kru moda transportasi yang membawa penumpang masuk ke dalam perbatasan Indonesia, mereka menyembunyikan narkotika ke ruang-ruang dalam koper (concealment passenger baggage) dan memasukkan narkotika pada kontainer barang melalui pelabuhan dan bandara (concealment container/cargo).
Adapun modus lainnya ialah menempelkan pada badan (strap on body), menelan serta memasukkan melalui rongga badan (on body swallow), atau melalui perusahaan jasa titipan dengan disamarkan menjadi barang kiriman (mail service).
“Faktor lainnya yang memengaruhi maraknya penyelundupan narkoba ke Tanah Air ialah banyaknya alternatif entry point bandara, pelabuhan laut, serta lintas batas resmi/tidak resmi, dikarenakan kondisi geografis Indonesia yang terbuka dan luas,” sambungnya.
Berdasarkan data penindakan narkoba dalam lima tahun terakhir, daerah-daerah yang paling rawan penyelundupan narkoba ialah melalui jalur laut dari sekitar pesisir barat Sumatera, perairan Selat Malaka, Kepulauan Riau, perairan Kalimantan Utara, Selat Makassar, sampai Selat Lombok. Jalur tersebut berisiko tinggi karena dimanfaatkan sindikat narkoba internasional Malaysia dan Thailand.
Sementara itu, penyelundupan narkoba di jalur darat banyak ditemui di perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara. Jalur yang dianggap berisiko tinggi dimanfaatkan sindikat narkoba internasional Malaysia.
“Untuk mengawasi entry point tersebut, pemerintah menyadari pentingnya pengamanan wilayah rawan dan wilayah perbatasan Indonesia untuk menangkal segala gangguan yang berasal dari luar wilayah Indonesia. Terutama, yang bersifat transnational organized crime, termasuk di dalamnya penyelundupan narkoba,” tuturnya.
“Pengawasan ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Untuk setiap penyelundupan, termasuk penyelundupan narkoba, terdapat sanksi pidana yang diatur oleh perundang-undangan yang berlaku,” tandasnya.